Museum di dalam Menara Masjid


Gambar

Menara Masjid Agung Jawa Tengah

Jika Anda berkunjung ke kota Semarang Jawa Tengah, bagi yang beragama Islam jangan lewatkan ke wisata religi yang satu ini. Adalah Museum Perkembangan Islam Jawa Tengah yang terletak di Menara Al Husna di Masjid Agung Jawa Tengah. Masjid Agung Jawa Tengah terletak di jalan Gajah Raya kota Semarang. Selain berfungsi sebagai tempat ibadah umat Islam, Masjid Agung Jawa Tengah saat ini juga sebagai tempat wisata religi baru di kota Semarang dengan adanya Museum di Menara Al Husna.

 

Sebelum memasuki Museum Perkembangan Islam Jawa Tengah, Anda harus membeli tiket terlebih dahulu dengan harga Rp 5.000,00 per orang. Museum ini buka dari pukul 08.00 – 21.00 WIB.

 

Museum ini dibangun sebagai salah satu media untuk menambah khasanah keislaman di Jawa Tengah. Pendirian Museum Perkembangan Islam Jawa Tengah merupakan gagasan dari Gubernur Jawa Tengah H. Mardiyanto. Gagasan itu kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan Tim 7 yang bertugas menyusun konsep sampai dengan terwujudnya Museum Perkembangan Islam Jawa Tengah.

 

Upaya melestarikan aset budaya bangsa yang bernuansa keislaman berupa artefak, naskah, serta tradisi-tradisi lainnya ditempuh melalui beberapa tahap survey, pengadaan, dan display koleksi. Untuk mengumpulkan koleksi dilakukan dengan survey ke Kabupaten/Kota se Jawa Tengah ditambah dengan sumber-sumber dari luar Jawa Tengah yang dianggap perlu. Di dalam perkembangannya, pada tahap awal tim baru mampu mengumpulkan koleksi sekitar 200 buah yang terdiri dari artefak, naskah kuno, benda-benda tradisi keislaman, serta duplikat benda-benda yang tidak mungkin dipindahkan dari situs aslinya. Hal ini disebabkan kaitannya dengan kultur di dalam masyarakat yang masih mengeramatkan keberadaan benda-benda warisan budaya tersebut.

 

Museum ini berlokasi di Menara Al Husna (Al Husna Tower) yang terletak di lantai 2 dan 3. Menara Al Husna memiliki 18 lantai dengan tinggi 99 metermerupakan menara masjid tertinggi diantara nenara-menara masjid di Indonesia yang mengadopsi konsep Asmaul Husna.

 

Memasuki lift menara masjid Anda dipandu oleh seorang pemandu yang ramah. Pemandu juga menjelaskan tentang seluk-beluk Menara Al Husna dan museum. Memasuki lift hanya dibatasi paling banyak 10 orang. Fasilitas yang ada di Menara Al Husna ada toilet, ruang berAC, dan pada lantai 18 terdapat restoran yang dapat berputar sehingga pengunjung restoran dapat menikmati pemandangan berganti-ganti. Di lantai ini Anda bisa melihat pemandangan kota Semarang dari atas Menara Al Husna. Ada juga fasilitas teropong dengan tarif Rp 1.500,00 per menit, dengan teropong ini Anda dapat melihat pemandangan meskipun dari atas menara terlihat seperti di depan mata.

Pemandangan kota Semarang dari atas Menara Al Husna

Pemandangan kota Semarang dari atas Menara Al Husna

 

Koleksi benda-benda bersejarah pada museum ditata berdasarkan alur cerita yang menggambarkan sejarah perkembangan Islam di Jawa Tengah yang mencakup 5 periode. Pertama Raden Patah sebagai peletak dasar Kerajaan Islam Demak menandai perkembangan awal Islam di Jawa Tengah. Kedua pesantren memegang peranan penting sebagai tempat melanjutkan proses Islamisasi di Jawa Tengah. Ketiga perkembangan Islam di wilayah pedalaman Jawa Tengah menghasilkan dialog Islam dengan budaya lokal. Keempat memasuki era kolonialisme dunia pesantren mengisolir diri dari kekuasaan penjajah dengan sikap non kooperatif. Dan yang kelima dunia modern terdapat kebutuhan untuk meningkatkan fasilitas peribadatan yang representatif antara lain pengembangan Masjid Agung Jawa Tengah.

 

Sesuai alur cerita tadi, koleksi ditampilkan pada dua ruangan dan dibedakan menjadi 5 jenis yaitu artefak/realita, replika, naskah, tradisi, dan foto-foto pendukung.

 

Lantai 2

Koleksi-koleksi yang ditampilkan bercerita tentang awal perkembangan Islam di Jawa Tengah sampai dengan terjadinya dialog antara Islam dengan budaya lokal. Pelabuhan di kawasan pesisir utara Jawa Tengah adalah tempat kali pertama berinteraksinya pedagang muslim dari Gujarat, Persia, dan China dengan penduduk lokal. Berbagai macam komoditas seperti sutera dan keramik dibawa oleh para pedagang asing masuk ke wilayah Nusantara. Sambil berdagang mereka menyebarkan ajaran Islam.

 

Salah satu benda koleksi yang dipamerkan pada lantai 2 ini adalah Duplikat Lawang Bledheg. Duplikat daun pintu ini bermotif Bledheg Sinengker yang diyakini sebagai karya Ki Ageng Sela. Lawang Bledheg ini dibuat pada masa pemerintahan Sultan Trenggono. Benda asli Lawang Bledheg berada di Masjid Agung Demak.

 

Lawang Bledheg

Lawang Bledheg


Pesantren sebagai salah satu pusat untuk menimba ilmu agama banyak tersebar di wilayah Jawa Tengah. Hal ini memberi andil besar dalam perkembangan Islam di Jawa Tengah. Menuntut ilmu agama pada awal abad XX menjadi cikal bakal berdirinya pondok pesantren.

 

Belajar ilmu agama sebagai cikal bakal pesantren

Belajar ilmu agama sebagai cikal bakal pesantren


Adanya larangan dalam ajaran Islam untuk menggambarkan makhluk hidup secara alami menyebabkan terjadinya peralihan pola di dalam tradisi seni ukir dari gambar alami ke bentuk penyamaran stilistik yang berbentuk ornamen flora berbentuk sulur, akar, daun, dan ranting yang merambat.

 

Sebelah kiri karya seni pra Islam dan sebelah kanan setelah Islam masuk

Sebelah kiri karya seni pra Islam dan sebelah kanan setelah Islam masuk


Wayang sebagai salah satu sarana pengajaran Agama Islam juga terdapat di sini. Selain wayang kulit juga ada wayang golek menak. Wayang golek ini dirancang oleh R. Ng. Yasadipura I yang digunakan sebagai salah satu media siar Islam. Wayang ini mengisahkan perjuangan Amir Hamzah memerangi kaum kafir. Tokoh Jayengrana merupakan penggambaran Hamzah paman nabi Muhammad S.A.W.
Wayang golek media penyebaran agama Islam

Wayang golek media penyebaran agama Islam

 

Lantai 3

Pada lantai 3 menampilkan koleksi-koleksi budaya pesantren sampai dengan berdirinya Masjid Agung Jawa Tengah. Koleksi pada lantai 3 antara lain Qur’an yang disadur dengan aksara Jawa pada tahun 1835 oleh Agus Ngarpah seorang abdi dalem Kraton Surakarta. Qur’an ini terdiri dari 3 jilid yang disadur selama 70 tahun (1835 – 1905).

Al Quran yang disadur dengan aksara (huruf) Jawa

Al Quran yang disadur dengan aksara (huruf) Jawa

 

Koleksi yang lain adalah surat ditulis dengan huruf Arab pegon oleh Kyai Rifai pada saat berada di pengungsian. Surat ini ditujukan kepada santrinya. Koleksi surat ini diperoleh dari ahli waris Kyai Rifai di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

Surat ditulus dengan huruf Arab Pegon

Surat ditulus dengan huruf Arab Pegon

 

Baik lantai 2 maupun 3 terdapat informasi yang dapat diperoleh pengunjung dengan hanya menyentuh layar komputer. Pengunjung dapat memilih sendiri informasi yang diinginkan. Selain itu juga ada ruang multimedia di mana pengunjung dapat melihat film dokumenter tentang perkembangan Islam di Jawa Tengah.

 

Referensi: brosur untuk pengunjung

Satu tanggapan

  1. Sering lewat Semarang,namun belum pernah berkunjung ke masjid ini. Kapan-kapan kesana deh.Nice info.

Tinggalkan komentar