Indahnya Kampung Pelaut Batubelubang


Batubelubang1Di Bangka Belitung banyak dijumpai kampung yang unik. Keunikan kampung tersebut mempunyai ciri khas tersendiri antar kampung. Keunikan ini membuat keindahan dari keragaman budaya di ‘Negeri Serumpun Sebalai’.

Salah satu kampung yang unik tersebut adalah Batubelubang. Batubelubang adalah nama sebuah desa yang berada di Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah. Ntah kenapa dinamakan Batubelubang. Batubelubang mempunyai arti batu yang berlubang. Mungkin di desa ini dulu terdapat sebuah batu besar yang berlubang.

Kampung ini damai dan menurut saya sangat indah. Suasana kampung yang sejuk dan bebas dari hingar-bingar lalu-lintas kota yang padat membuat saya nyaman mengunjungi kampung ini. Letaknya sekitar 20 km dari pusat Alun-alun Taman Merdeka (ATM), ibukota Bangka Belitung. Justru malah lebih jauh dari ibukota Kabupaten Bangka Tengah, Koba.

Saya ajak Anda untuk melihat lebih dekat suasana kampung pelaut Batubelubang. Saya dari Pangkalpinang mengendarai motor bersama Ogik. Perjalanan sekitar 30 menit dengan kecepatan sedang. Dari kompleks kantor gubernur Airitam ke arah kiri sekitar 5 km.

Ada sesuatu yang menurut saya sangat indah untuk menuju Batubelubang. Sebelum masuk Batubelubang kami harus melalui desa Benteng. Di desa ini mayoritas penduduknya adalah Tionghoa. Di kanan dan kiri jalan berjajar rumah-rumah berciri khas masyarakat Tionghoa, dimana di setiap depan rumah terdapat hiasan berwarna merah dan kuning emas yang merupakan ciri khas warna dari Tionghoa. Terdapat juga tempat sembahyang khas Tionghoa.

Tak lama meninggalkan desa Benteng, kami langsung masuk ke desa Batubelubang. Di simpang tiga, kami lurus ke arah pantai. Jika ke arah kanan, maka ke arah Tanjunggunung. Setelah tiba di pantai alangkah indahnya kampung ini.

Di kampung ini didiami oleh penduduk yang dari dulu terkenal sebagai pelaut. Sejak nenek moyang dulu, suku di kampung ini terkenal sebagai pelaut yang ulung. Yah, suku Bugis yang banyak mendiami kampung ini. Kebanyakan masyarakat di kampung ini berprofesi sebagai nelayan.

Rumah-rumah di bibir pantai dengan bangunan panggung banyak kami jumpai di sini, meskipun banyak juga yang sudah membangun rumah bukan panggung. Kebanyakan rumah yang panggung berada di pinggir pantai, sementara yang bukan panggung di dalam perkampungan.

Pantai akan surut jika di pagi hari. Mulai pagi air laut akan surut dan pantai berlumpur. Air laut akan meninggalkan pantai dan ini tandanya nelayan mulai pulang melaut. Kami melihat perahu nelayan yang seperti terdampar karena air laut yang surut, seolah-olah di daratan.
Batubelubang2Di ujung sana kami melihat sebuah jalan layang yang panjangnya sekitar 200 m, menjorok bagaikan tanjung yang berada di pantai. Jalan layang ini adalah tempat para nelayan untuk naik de daratan, karena air laut di sini sangat jauh dari daratan. Nelayan pulang melaut menggunakan akses jalan ini. Tiang-tiang pancang dari jalan ini juga digunakan untuk menambatkan perahu mereka, sehingga pada saat air pasang perahu tidak hanyut.

Di depan jalan layang ini terdapat pasar ikan. Pasar ikan ini adalah tempat pelelangan ikan (TPI). Pagi hari matahari terbit banyak pembeli yang datang ke pasar ikan ini. Bahkan pembeli skala besar yang ingin menjual lagi ikan dari sini sebelum matahari terbit pun sudah menunggu datangnya nelayan pulang. Mereka ingin membeli ikan yang masih segar yang baru datang dari laut.
Batubelubang3Ikan-ikan dari TPI ini selain untuk dikonsumsi oleh masyarakat sekitar juga dipasarkan ke daerah lain, seperti ke Pangkalpinang dan desa-desa di sekitarnya. Ikan yang diperoleh nelayan juga ada yang diawetkan dengan dibuat ikan asin. Kami melihat beberapa nelayan yang menjemur ikan asin di pinggir pantai.

Seiring dengan datangnya siang, maka aktivitas di TPI berkurang dan pukul sepuluh pagi sudah tidak ada aktivitas berarti. Kami berkeliling di kampung ini, sambil bersantai, para nelayan memperbaiki jaring mereka yang rusak karena mungkin tersangkut karang atau karena ikan yang besar.

Masyarakat di kampung ini sangat ramah, kami disambut bagaikan bukan orang asing. Memang masyarakat Bugis terkenal selain sebagai pelaut juga sangat ramah terhadap siapapun tamu yang datang. Toleransi antar suku juga sangat bagus. Buktinya antar etnis Tionghoa dan Bugis bisa hidup rukun berdampingan. Perbedaan menjadikan mereka sebagai masyarakat yang berbhineka tunggal ika, meskipun berbeda, namun tetap bersatu.

Semoga di daerah lain di negeri ini menghargai dan toleransi terhadap semua perbedaan yang ada seperti di Masyarakat Batubelubang dan Benteng.

3 responses

  1. Indahnya negeri yg menghargai perbedaan ya 😀

    1. Iya, di Bangka Belitung sangat menghargai perbedaan. Antara penduduk asli dan pendatang bisa hidup rukun berdampingan. Kita harus mencontoh mereka.

      1. Nice, begitulah seharusnya. 😀

Tinggalkan komentar