Tag Archives: nyorog

Piknik Tidak Harus Mahal (bagian 1): Bersepeda ke Sawah


Ayo berangkat

Ayo berangkat

Setelah satu minggu kita bekerja tentunya ada suatu kepenatan dalam pikiran dan fisik kita, sehingga dalam satu minggu kita ada libur paling tidak satu hari. Hari libur ini seharusnya kita manfaatkan sebaik-baiknya supaya badan dan pikiran segar kembali dan dapat beraktivitas dengan lancar di minggu berikutnya. Dengan kerja yang lancar diharapkan produktivitas juga meningkat, pada akhirnya income juga bertambah.

Akan tetapi orang sering meremehkan adanya hari libur yang seharusnya digunakan untuk liburan. Alasan masih banyak yang harus dikerjakan membuat orang kadang lupa akan pentingnya hari libur. Selain itu hari libur sering juga dijadikan alasan untuk beres-beres rumah setelah seminggu rumah kurang terurus, terutama bagi mereka yang bekerja seharian dan tidak mempunyai pramuwisma. Dengan demikian satu minggu penuh dengan aktivitas pekerjaan di kantor dan di rumah.

Ada kalanya kita memang harus menyempatkan waktu sejenak untuk beristirahat merilekskan jiwa dan raga kita. Memang liburan tidak harus tiap minggu dikarenakan alasan waktu dan budget. Mungkin sebulan atau dua bulan sekali mengajak anak-anak untuk berlibur. Anak-anak juga butuh liburan setelah seminggu belajar di sekolah. Liburan tidak harus mahal, berpiknik tidak harus merogoh kocek yang dalam. Yang penting berpiknik harus berkesan, membuat pikiran dan badan segar kembali.

Hari minggu pagi bersepeda bersama keluarga  sangat mengasikkan, apa lagi jika ke daerah pedesaan yang masih segar udaranya. Daerah pedesaan yang masih asri sangat nyaman apa lagi ditambah ramah-tamah penduduknya. Bersepeda menyusuri jalan-jalan di pinggir persawahan dengan pemandangan orang yang sedang bekerja di ladang atau sawah sangat membuat jiwa jadi tenteram.

Teringat kenangan waktu saya masih di bangku sekolah dulu, di kala waktu libur misal hari minggu harus membantu orang tua ke sawah, mirip seperti yang saya saksikan pada liburan bersepeda kali ini. Apa lagi saat ini lagi awal musim penghujan, para petani berlomba-lomba ke sawah dan ladang mereka untuk menanam padi atau tanaman palawija seperti kacang tanah, jagung, dan sayur-sayuran. Indah sekali pemandangannya. Piknik yang seperti ini sungguh menggugah semangat untuk lebih rajin bekerja seperti yang dicontohkan oleh para petani.

Saya bersepeda ke area persawahan di utara Bandara Internasional Adisumarmo masih di Kabupaten Boyolali yang kebetulan tempat tinggal orang tua saya tak jauh dari situ. Saya sempatkan berbincang sejenak dengan para petani penggarap sawah tadah hujan (sawah bukan irigasi), ngobrol tentang sistem tanam yang mereka lakukan. Bagi mereka saya dianggap orang aneh dan asing karena saya sibuk memotret mereka yang baru bekerja. Beberapa jepretan saya pada sekelompok ibu-ibu yang sedang menanam padi atau masyarakat desa di sini menyebutnya dengan tandur. Konon kata tandur singkatan dari  “noto karo mundur” yang artinya menata sambil ke belakang. Memang masyarakat di sini menanam padi dengan menatanya sambil jalan ke belakang. Alat untuk menanam bibit padi supaya lurus dari bambu yang sudah ditandai disebut dengan blak. Tandur biasanya dimulai pagi-pagi sebelum matahari terbit. Jepretan saya yang lain kepada sekelompok bapak-bapak yang sedang mencabut bibit padi yang akan ditandur atau sering disebut sebagai ndaut, juga pada seorang pria yang sedang meratakan tahah dengan cangkul sebelum tandur. Selain itu juga ada seorang pria yang “ndidak-idak” yaitu menginjak-injak tanah tujuannya sama dengan meratakan tanah sebelum tandur. Sementara di seberang jalan jepretan tertuju pada seorang pria yang “harag-harag” yaitu mengambil rumput dari tanah yang sudah ditraktor sebelum tandur. Ternyata beberapa petak sawah sudah ada umur padi yang dua minggu dan siap untuk dibersihkan rumput dan gulma yang mengganggu atau yang sering disebut dengan “matun”. Tapi kali ini pria yang matun dengan alat yang disorog untuk mempermudah pengambilan rumput dan mengurangi rasa letih disebut “nyorog”.

Tiba waktunya sarapan, sungguh sarapan yang sangat istimewa bagi mereka meskipun dengan lauk yang tidak mewah. Istimewa karena sarapan ditengah pemandangan alam pedesaan yang masih sangat asri dengan udara yang masih sejuk dan nyaman yang tidak mungkin dinikmati di restoran berkelas apapun. Bagi saya melihat pemandangan menyantap sarapan di area persawahan seperti ini tidak bisa dinilai dengan rupiah. Saya ditawari oleh yang punya sawah untuk ikut santap sarapan, tetapi saya tolak dengan perkataan yang halus, saya bilang masih ada lagi yang harus saya kunjungi.

Berikut beberapa gambar hasil jepretan saya:

piknik sepeda (traktor)Sawah yang akan ditanami padi terlebih dahulu dibajak, traktor adalah bajak modern pengganti bajak sapi/kerbau yang sudah jarang dijumpai saat ini.

piknik sepeda (ngidak)Ngidak-idak” = menginjak-injak tanah sebelum ditanami padi (tandur)

piknik sepeda (ndaud)Ndaut ” mencabuti bibit padi

piknik sepeda (meratakan tanah dengan cangkul)Tanah yang belum rata diratakan dengan cangkul

piknik sepeda (harag)Harag-harag” membuang rumput setelah ditraktor sebelum tandur.

piknik sepeda (tandur)Tandur” = “noto karo mundur” = menata sambil ke belakang

piknik sepeda (sarapan)Sarapan yang istimewa dengan pemandangan persawahan.

piknik sepeda (menu sarapan)Menu sarapan di sawah meskipun sederhana tapi sangan lezat.

Saya sebenarnya kangen juga melihat petani yang membajak sawahnya dengan kerbau atau sapi. Tetapi di tempat ini dan mungkin di daerah lain sudah jarang ditemui bahkan tidak lagi bisa ditemui dikarenakan sapi atau kerbau yang digunakan untuk membajak sawah sudah dieliminasi menjadi mesin traktor yang lebih praktis dan efisien.

Petualangan saya akhiri karena hari sudah menjelang siang, dan pemandangan seperti ini adalah pemandangan yang sangat saya nanti-nantikan meskipun jaman sudah modern. Saya mencari tempat untuk sarapan.