Di Madrasah Seorang Siswa Harus Belajar dengan Kurikulum 2013 dan KTSP


Siswa madrasah belajar di kelas

Siswa madrasah belajar di kelas

Kurikulum 2013 (K13) telah dihentikan oleh Mendikbud Anies Baswedan. Penghentian ini berlaku bagi sekolah yang menggunakan K13 baru satu semester. Dengan demikian, untuk semester genap K13 sudah tidak digunakan lagi. Sekolah kembali ke kurukulum 2006, yaitu KTSP.

Banyak guru yang senang K13 dihentikan. Ini sangat beralasan karena berbagai kendala muncul sejak awal diberlakukannya K13 ini. Selain masih banyak guru yang belum mendapatkan pelatihan, buku yang merupakan salah satu sumber belajar bagi siswa dan guru banyak yang belum ada. Tak hanya itu saja, administrasi yang sangat banyak juga membuat guru kebingungan.

Namun, penghentian K13 ini ternyata tidak berlaku sepenuhnya pada sekolah yang telah melaksanakan K13 satu semester. Sekolah yang ada di bawah naungan Kemendikbud yang berhenti menggunakan K13 secara total dan kembali ke KTSP. Untuk sekolah atau madrasah yang ada di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) ada sebagian mata pelajaran yang masih menggunakan K13 dan ada sebagian yang menggunakan KTSP.

Ini artinya satu sekolah menggunakan dua kurikulum. Jika dua kurikulum yang digunakan berbeda jenjang kelas itu masih wajar, namun jika kurikulum yang digunakan masih dalam satu jenjang kelas itu menjadi tanda tanya, ada apa sebenarnya. Jenjang kelas yang dimaksud misalnya untuk kelas 7 menggunakan K13 dan kelas 8 dan 9 menggunakan KTSP. Seorang siswa pada kelas 7 misalnya harus belajar dengan dua kurikulum yang berbeda.

Untuk di madrasah pada jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) mulai semester genap tahun pelajaran 2014/2015 menggunakan dua kurikulum pada kelas 1MI, kelas 7 MTs, dan kelas 10 MA.

Penggunaan dua kurikulum yaitu K13 dan KTSP dalam jenjang kelas yang sama ini berdasarkan Kepetusan Menteri Agama (KMA) Nomor 207 Tahun 2014 tertanggal 31 Desember 2014. Pada KMA ini dijelaskan bahwa untuk sekolah di lingkungan Kemenag yang telah disebutkan di atas menggunakan dua kurikulum tersebut. Untuk mata pelajaran umum menggunakan KTSP dan untuk Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Bahasa arab menggunakan K13.

Mata pelajaran umum yang dimaksud antara lain IPA, IPS, PKn, Penjaskes, Matematika, dll. Untuk mata pelajaran PAI yang dimaksud adalah Fikih, Akidah Akhlak, Al Qur’an Hadis, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).

Lalu kenapa hanya di sekolah di lingkungan Kemenag saja yang mata pelajaran PAI masih tetap menggunakan K13, kenapa pada sekolah di lingkungan Kemendikbud tidak? Ini tanda tanya besar. Apakah ‘ada udang di balik batu’ dari pemberlakuan dua kurikulum ini? Harapan para pendidik dan orang tua tentu jangan sampai pendidikan dijadikan politik. Juga, jangan sampai anak-anak menjadi korban dari ‘kelinci percobaan’.

Dengan diberlakukannya dua kurikulum ini seorang siswa mendapatkan dua jenis rapor yang berbeda. Lalu format rapornya bagaimana? Ini yang menjadi tanda tanya besar bagi banyak guru dan juga wali kelas. Kelihatannya kurang nyaman didengar. Saya yakin tak sedikit orang tua siswa yang bertanya.

Mungkin satu-satunya di dunia hanya di Indonesia yang memberlakukan dua kurikulum dalam saju jenjang kelas yang sama. Mungkin satu-satunya di dunia seorang siswa harus belajar dengan dua kurikulum yang berbeda.

Tinggalkan komentar